Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Kamis, 03 Oktober 2013

4 boys 4 loves Part 1

       "Yosh!" ucap seorang perempuan dengan rambut dikuncir kuda, yang telah menyelesaikan bacaan komik hai miikonya sampai volume 23. Ia sangat menyukai komik itu karena tokoh miiko yang selalu ceria bermain dengan teman-temannya, tanpa ia sadari air dari matanya meluncur sampai ke pipi. Perempuan itu terisak sekali, ia tahu apa arti dari air matanya itu. Ia ingin memiliki hidup seperti miiko. Ya, Yamada Miiko.
Vanya Verdinanda Onsen, itulah namanya. Sebenarnya Onsen adalah nama dari keluarganya, maka ia lebih sering menyebutkan namanya dengan dua kata pertama saja. Ia hidup dikeluarga yang biasa saja, ibunya seperti ibu yang lain, gemar memasak dan selalu melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya dengan semangat, walaupun wajahnya terlihat muda sebenarnya umurnya sudah kepala 4. Sedangkan ayahnya, seorang pegawai swasta yang selalu pulang sebulan sekali karena pekerjaannya memang lumayan berat. Vanya memang tidak terlalu dekat dengan ayahnya, malah terkadang ada kecanggungan saat ia berusaha mengobrol dengan ayahnya. Ia yakin ayahnya selalu mencoba untuk membuka percakapan dengan menanyakan "Apakah PRmu sudah dikerjakan?", "Besok kamu sekolah ya?" dan pertanyaan lain yang dijawab dengan nada canggung oleh Vanya.
Ia memiliki kakak laki-laki yang memang sarat perhatian, ia beruntung memiliki kakak seperti Yoga, Yoga Verdinando. Banyak temannya yang mengeluh bahwa kakak mereka seperti iblis saat marah-marah, kakak mereka suka sekali mengatur dan menindas mereka layaknya kacung. Namun aku tidak pernah merasakan hal itu walaupun memang terkadang aku bertengkar dengannya hanya karena masalah sepele, seperti makananku dicomot tanpa bertanya padaku terlebih dahulu, menggangguku saat seru-serunya membaca novel, dan masih banyak lagi hal yang kakakku lakukan yang memicu pertengkaran kami. Kalau sudah begitu, ibu pasti memarahiku terlebih dahulu, ia pasti berkata, "Udah makanya, nggak usah deket-deketin kakak kamu!" loh? Udah jelas yang ngegangguin duluan dia kenapa malah aku yang kena semprot? Namun aku diam saja sambil menggerutu dalam hati jika sudah begitu, karena jika aku memberikan alasanku pasti hanya akan tambah kena semprot.
Aku membuka lemari pakaian dan memakai jaket longgar berwarna ungu yang dibelikan oleh ibuku dan ia bilang itu cocok untukku, aku hanya mengiyakan dengan asal saja, karena yang terpenting bagiku saat itu adalah aku secepatnya harus pulang. Aku mengambil dompet di laci dan mengeluarkan uang 25ribu.
       "Jadi nggak Mah ke supermarketnya?" aku berteriak sambil menyisir rambutku yang agak kusut, setelah merasa semuanya lengkap aku melongokkan kepala ke dalam kamar orangtuaku. Ternyata ibu sedang menulis sesuatu yang sepertinya daftar belanjaan yang akan dibelinya nanti.
        "Ayo deh, Va. Ibu buru-buru nih soalnya habis ini ibu mau besuk orang sakit."
        "Oh gitu. Emang siapa yang sakit Mah?". Tidak tau sejak kapan aku lebih suka memanggil ibu dengan sebutan 'Mamah' namun ibu juga tidak keberatan dengan hal itu maka yasudahlah.
        "Itu lho ayahnya si Gina masuk rumah sakit. Sakit gula katanya". Aku hanya membulatkan mulutku saja karena jika aku tanggapi lebih lanjut ibu pasti akan menjelaskan dengan panjang lebar dan detail, itu akan memakan waktu cukup lama untuk membahas soal ayah Gina.
Sesampainya di supermarket Vanya langsung mengambil keranjang untuk menaruh barang yang ingin dibeli. Tujuan utamanya kesini adalah untuk membeli cemilan, karena ia sering merasa bosan di rumah tanpa ada bacaan yang harus dibaca seperti komik dan novel. Ia mengambil beberapa makanan ringan dengan merk yang sudah pernah ia beli sebelumnya, namun dengan rasa rumput laut. Ia beralih ke tempat es krim. Hmm, nyoba yang baru ah! Usulnya dalam hati. Pilihannya jatuh pada es krim cone rasa vanilla dengan brownies dan oreo. Yummy!
Ia melihat ibunya yang sedang menimang antara dua minyak di depannya. Vanya menghampiri ibunya lalu bertanya, "Kenapa Mah?"
        "Ibu bingung mau beli minyak yang mana. Tapi kalau belinya di pasar jauh lebih murah ketimbang disini. Apa ibu beli di pasar aja ya?"
        "Ibu mau ke pasarnya kapan?" tanya Vanya memastikan.
        "Besok sih bisa" jawab ibunya dengan mantap.
        "Kalau emang minyaknya masih bisa dipakai buat besok, ya udah beli yang di pasar aja. Tapi kalau minyak yang di rumah udah sekarat ya mau nggak mau walaupun rada mahal ya beli disini."
        "Okee ibu belinya besok aja, minyaknya emang masih ada kok di rumah". Vanya mengangguk dan melanjutkan wisatanya menuju kulkas berisi minumam dingin, namun yang ia cari adalah pudding. Vanya sangat menyukai pudding coklat merk yang satu itu, karena saat dimakan rasanya lembut dan mudah dimakan. Ia mengambil dua pudding sekaligus dan menaruhnya di dalam keranjang belanjaan, ia terdiam sejenak. Tadi tinggal sisa satu pudding, kenapa nggak gue ambil aja ya? Kan sekalian penghabisan, iyadeh gue ambil aja, batin Vanya. Ia menuju ke kulkas tempat pudding kesukaannya ditaruh. Ia memegang pudding itu bersamaan dengan seseorang. Dan tangan mereka bersentuhan.
Ternyata seorang laki-laki dengan baju kemeja berkerah warna putih dan dua kancing teratas yang terbuka, ia lebih tinggi dari Vanya yang kira-kira 175cm atau lebih. Dilihat dari wajahnya sih kayak orang bule. Keduanya masih terdiam saat laki-laki itu angkat bicara.
        "Ah, puddingnya buat kamu aja kalo gitu" ucap laki-laki itu dengan aksen indonesia yang bagus, padahal Vanya sudah bersiap-siap mengeluarkan kehebatannya dalam berbahasa inggris. Kampret!
        "Eh nggak usah, kalo kamu mau ambil aja. Aku udah ngambil dua kok tadi." ucap Vanya yang sedetik kemudian menepuk jidatnya. Aduuuh kenapa mesti bilang-bilang gue ngambil dua?! Emang dia mau tau soal itu! Bodoh banget sih gue, gerutunya dalan hati.
        "Oh really? Kalo gitu thanks yah. By the way aku Nathan." Laki-laki bernama Nathan itu mengulurkan tangan kanannya sambil tersenyum. Vanya menjabat tangan Nathan dan tersenyum tipis, "Vanya". Ia membalikkan tubuhnya untuk menemui ibunya, Vanya merasa laki-laki bernama Nathan tadi agak kaget karena Vanya tiba-tiba berbalik tanpa basa-basi dulu, tapi itu tidak dipedulikannya. Ibunya sudah mengambil sambal dan sekotak teh. Lalu ibunya berjalan ke tempat pasta gigi, maka Vanya hanya melihat-lihat saja karena yang diinginkannya sudah diambil semua. Vanya berjongkok di depan tempat permen, dan tiba-tiba ada seseorang yang berjongkok juga disebelahnya.

***
        "Si Nathan lama amat sih, keburu jadi mangsa nyamuk gue disini." Janice sudah menepuk lengannya dan menemukan satu nyamuk yang mati ditangannya, ia bergidik ngeri.
        "Kampret emang tuh anak! Gue susulin aja lah." ucap Aji dongkol sambil berjalan masuk ke supermarket. Dilihatnya Nathan yang sedang berjongkok dan berbicara pada seorang perempuan, Aji mengernyit heran dengan kelakuan temannya yang satu itu. Ia memang tidak terlalu dekat dengan Nathan, namun ia tahu satu rahasia Nathan, telinga Nathan akan memerah jika melihat seseorang yang dianggapnya menarik. Ia tahu hal itu dari pelayan yang bekerja di rumah Nathan.
Aji tipe orang yang tidak begitu peduli dengan orang lain selain dirinya sendiri. Apa yang ia ingin lakukan pasti akan ia lakukan, tanpa menggubris orang yang terkait dalam keinginan yang ia lakukan tersebut. Maka ia tidak akan ikut campur masalah perempuan yang sedang bersama Nathan itu. Aji menghampiri Nathan dan menyipitkan matanya.
        "Lo ngapain sih Nath?!" bentaknya saat mendapati Nathan tersenyum pada perempuan yang tidak dikenalinya itu, perempuan itu terlonjak kaget mendengar suara Aji.
        "Eh ngapain lo disini?" tanya Nathan pada Aji dengan wajah heran, Aji mendengus kesal.
        "Justru harusnya gue yang nanya itu. Lo ngapain?!"
        "Kan tadi udah gue bilang, gue mau beli minum." jawab Nathan dengan nada heran, karena memang tadi Nathan bilang kalau ia akan membeli minuman dulu. Tapi yang Aji maksudkan dari pertanyaannya bukan itu, yang ia maksud apa yang dilakukan Nathan dengan perempuan itu!
        "Maksud gue bukan itu sapi! Udahlah lupain aja." Aji melengos pergi untuk mengambil sebotol minuman bersoda dan bergegas menuju kasir. Namun Nathan memanggilnya, membuat Aji mau tidak mau menoleh malas.

To be continued.

Jumat, 21 Juni 2013

anime - suki desu suzuki-kun by ikeyamada go

Buat yang suka baca manga pasti suka deh sama manga yang satu ini ^^



I love you suzuki-kun itu komik yang gue suka banget! Dan karakter yang paling gue sukain adalah Suzuki Hikaru karena dia orangnya ramah, ceria, dan nggak sombong. Apalagi adegan romancenya sama sayaka itu bikin melted banget. Tapai kisah chihiro sama shinobu nggak kalah bagus kok, cuma karena gue suka sama hikaru makanya yang gue puji ya hikaru hehe. Apalagi di volume sekarang-sekarang mereka udah jadi murid SMA, dan mereka juga udah semakin keliatan dewasa, terakhir sih di Indonesia baru sampe volume 16, semoga aja volume 17 cepet keluar dan ceritanya makin keren, romancenya ngena, dan yang terbaik deh pokoknya. Sekian~

Kamis, 07 Juni 2012

Jingga Dan Senja

Tari dan Ari, dua remaja yang dipertemukan oleh takdir. Selain bernama mirip, mereka juga sama-sama lahir sewaktu matahari terbenam.
Namun, takdir mempertemukan mereka dalam suasana “perang”. Ari yang biang kerok sekolah baru kali ini bertemu cewek, adik kelas pula, yang berani melawannya. Kemarahan Ari timbul ketika tahu Tari diincar oleh Angga, pentolan SMA musuh.
Angga, musuh bebuyutan sekolah Ari sekaligus musuh pribadi Ari, langsung berusaha mendekati Tari begitu cewek itu tak sengaja terjebak dalam tawuran dan Ari berusaha keras menyelamatkannya. Demi dendam masa lalu, Angga bertekad harus bisa merebut cewek itu. Memanfaatkan peluang yang ada, Angga kemudian maju sebagai pelindung Tari.
Ari yang selama ini dikenal tidak peduli terhadap cewek tiba-tiba saja berusaha mendapatkan Tari dengan segala cara. Namun, predikat buruk Ari jelas membuat Tari tidak ingin berurusan dengan cowok itu. Semakin Ari berusaha mendekatinya, semakin mati-matian Tari menjauhkan diri....



Novel yang gue suka :)

Jumat, 23 Maret 2012

Enemies and Best Friend By : Widya Puspita

    "Nama saya Ferra Valencia, kalian bisa memanggil saya Ferra. Tanggal lahir 14 Februari 1994, hobinya foto-foto pemandangan indah,dan sebagainya. Saya akan menjadi murid baru disini, jadi mohon bantuannya ya" jelas Ferra dengan lantang, murid laki-laki bersiul riuh. Ferra hanya tersenyum maklum, seakan kebal dengan siulan nakal itu.

    "Sudah-sudah jangan berisik! Kalau begitu, kamu boleh duduk disana Ferra. Disebelah Colva Afferd" kata Bu Venny menunjuk salah satu murid yang sedang bertopang dagu seraya memejamkan mata, yaitu Colva yang duduk sendirian. Ferra mengangguk dan berjalan menuju tempat duduk barunya. Teman-teman sekelasnya berbisik, dengan teman sebangku maupun teman depannya. Ferra tidak terlalu mendengar jelas, karena suara bisikannya hanya samar-samar.

      Saat sampai tepat di depan meja barunya, dilihatnya seseorang yang sedang tertidur pulas. kok bisa-bisanya ya dia tertidur di kelas? Bu Venny kok nggak negur dia sih? Ferra bertanya-tanya dalam hati, dan mencoba membangunkan Colva Si Tukang Tidur ini. Saat mencolek Clova, ia mengerang dan menoleh ke arah Ferra. Ferra jadi salah tingkah saat melihat wajah Colva, jantungnya berdegup kencang, tidak seperti biasanya karena ini dua kali lebih cepat.

    "Kenapa?" Tanya Colva yang masih mengerjapkan matanya sesekali, sepertinya ia masih mengantuk.
  "Eh itu, kamu kok malah tidur sih? Kan pelajaran udah dimulai" Ferra mengalihkan pandangannya dari Si Tukang Tidur tersebut. Wajahnya bersemu merah.
    "Udah biasa kok" jawabnya kalem, lalu tiba-tiba ia melotot saat tahu kalau Ferra duduk disebelahnya, "Eh tunggu, kok lo duduk disitu?!" Sedangkan teman-teman yang lain memperhatikan Ferra, seperti menunggu jawaban apa yang akan ia berikan pada Colva.

     "Yah kan nggak ada tempat duduk lagi selain disini.Terus tadi Bu Venny juga bilang kalau aku boleh duduk disini" jelas Ferra yang membuat Colva mengernyitkan dahi. Lalu sudut bibir Colva terangkat, ia baru sadar kalau perempuan yang tengah duduk disebelahnya itu anak baru. Ia tidak mengetahui sifat Colva yang jail, suka mengatur-atur dan masih banyak lagi.

     "Oh gitu, yaudah. Lo boleh duduk disini, tapi ada 1 syarat"
 "Kok pakai syarat-syaratan sih?"
     "Kalau nggak mau juga nggak apa, tapi lo harus pindah tempat duduk dari sini!" Tegas Colva yang membuat Ferra terperanga. Udah mana Bu Venny tadi keluar sebentar, ia jadi tidak bisa meminta pertolongan.
 "A-apa syaratnya?" Tanya Ferra hati-hati, debaran jantungnya lagi-lagi semakin cepat.
     "Hmm, setiap gue nggak ngerjain tugas,lo harus ngerjain punya gue. Kalau lagi ulangan, lo isiin punya gue atau enggak gue boleh nyontek sama lo. Dan kalau gue lagi males ke kantin, lo harus beliin gue makanan yang gue pesen" jelas Colva dengan wajah kemenangan, ia bisa membuat anak baru menderita.
 "Bukannya tadi kamu bilang cuma 1 syarat ya? Kok banyak banget?" Tanya Ferra dengan meta membulat lucu, banyak yang bilang saat matanya membulat Ferra terlihat sangat imut. Membuat orang yang tengah menatapnya ingin mencubit pipinya dengan gemas dan tidak jadi menghukum atau membuatnya terluka.
     "Oh iya. Yaudah lo harus mau gue suruh-suruh. Terus juga muka lo jangan kayak kucing terlantar gitu napa" ucap Colva yang malah merasa geli dengan mata Ferra yang membulat itu.
  Ferra menganga lebar merasa dihina, karena dikira Colva akan bersikap sedikit lembut padanya,ternyata TIDAK.
     "Suruh-suruhnya apa dulu nih? Suruh nulisin kalau ada catatan di papan tulis, atau kalau ada tugas, atau kalau ada latihan dari guru, atau beliin pesenan kamu ke kantin?" Tanya Ferra dengan wajah sebal.
To be continued ...